ISLAMIC STUDIES HANTARKAN ENAM GURU BESAR RAIH JABATAN AKADEMIK TERTINGGI
UINSA Newsroom, Rabu (31/03/2021); Enam guru besar UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya resmi dikukuhkan pada Rabu, 31 Maret 2021. Bertepatan dengan 17 Sya’ban 1442 H, Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar UINSA ini digelar di gedung Sport Center and Multipurpose. Pengukuhan ini melengkapi jumlah guru besar yang dimiliki UINSA yaitu sebanyak 69 orang.

Dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, Pengukuhan berlangsung khidmat dengan penyampaian orasi ilmiah dari masing-masing Guru Besar. Rektor UINSA menyampaikan permohonan maaf kepada para guru besar karena terpaksa harus membatasi jumlah dan akses bagi undangan dalam kegiatan pengukuhan.
Kendati begitu, Rektor UINSA berharap para guru besar yang dikukuhkan dapat menginspirasi yang lain dan akan memberikan dampak nyata terhadap perbaikan serta peningkatan kinerja akademik UINSA ke depan. “Kami sungguh sangat berharap kepada beliau-beliau untuk segera turn in, tancap gas, tidak pakai kendor, terus berkiprah secara akademik, terus berproduksi untuk membawa kita, UIN Sunan Ampel Surabaya ke jenjang yang jauh lebih tinggi lagi daripada hari ini,” ujar Prof. H. Masdar hilmy, S.Ag., M.A., Ph.D.

Dalam orasi ilmiah, Prof. Dr. Jauharoti Alfin, S.Pd., M.Si., yang mendapat kesempatan pertama, menyampaikan terkait Bahasa Indonesia sebagai medium dan agency pendidikan. Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan (AUPK) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UINSA yang dikukuhkan sebagai guru besar Bidang Ilmu Bahasa Indonesia ini mengambil fokus pada bagaimana menjadikan Bahasa Indonesia sebagai medium dan agency sebagai sebuah keniscayaan.
Terdapat tiga penjelasan yang dapat memperkuat argumen tersebut menurut Guru Besar UINSA Ke 64 ini. Pertama, perkembangan konsep dan teori yang memberikan celah untuk pengembangan bahasa sebagai medium dan sekaligus agency. Kedua, setting pendidikan Indonesia sudah lama mempraktikkan model pembelajaran yang di dalamnya dimasukkan “muatan” di luar tujuan pendidikan. Ketiga, kurikulum terbaru menggunakan pendekatan yang pada hakikatnya merupakan tahapan sebelum masuk pada pemosisian Bahasa Indonesia sebagai agency.

Sementara itu, Prof. Dr. H. Ah. Zakki Fuad, S.Ag., M.Ag., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Islam menyampaikan orasi ilmiah terkait ‘Konstruksi dan formulasi pendidikan menuju Generasi Milenial Kafah (G-MK).’ Hal ini diakui guru besar Ke 65 UINSA, yang juga menjabat Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kelembagaan FTK UINSA ini sebagai model dan desain baru pendidikan dengan cara reformulasi dan rekonstruksi praktik interaksi edukatif di lembaga pendidikan.
“Konstruksi dan formulasi pendidikan menuju Generasi Milenial Kafah (G-MK), merupakan model pendidikan yang ideal untuk generasi milenial dengan mendasarkan pada penguasaan kompetensi keagamaan serta kompetensi sains dan teknologi secara komprehensif integratif. Melalui model pembelajaran yang menggunakan strategi Hi-Tech, Hi-Touch, dan Hi-Teach,” terang Prof. Zakki Fuad.

Orasi Ilmiah ketiga, disampaikan Prof. Dr. Imam Mawardi, M.A. Pengasuh Pondok Pesantren Alif Lam Mim kota Surabaya ini dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Filsafat Hukum Islam. Guru Besar ke 66 ini menyampaikan orasi mengenai ‘Menemukan Wajah Damai Hukum Islam Melalui Maqasid Al-Shari’ah as a Total Approach.’ “Pesan inti Hukum Islam itu berada dalam maqasid al-shari’ah mengantarkan kita pada pengetahuan dan kesadaran akan tujuan, alasan hukum, hikmah, dan rahasia hukum yang akan menjadikan kita lebih yakin, kokoh, dan tenang dalam beragama,” tutur Prof. Mawardi.

Guru Besar ke 67, Prof. Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si., Guru Besar Bidang Sosiologi Agama. Dalam penelitian mengenai bagaimana mahasiswa memiliki daya adaptif yang mampu membawa diri tidak terjebak dalam keresahan akibat tragedi pandemi Covid-19, Prof. Suhartini mempelajari bagaimana religiusitas/spiritualitas mahasiswa mampu menunjukkan eksistensinya agar tidak terpuruk di saat pandemi dan tetap aktif berbuat untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Sedangkan Prof. Dr. Muh. Fathoni Hasyim, M.Ag., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Islam, menyampaikan mengenai pergumulan Hukum Islam dan Hukum Adat pada masyarakat Tengger di Pegunungan Bromo. Guru Besar UINSA ke 68 ini memfokuskan penelitian pada masyarakat Tengger di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. “Hukum adat itu sejajar dengan hukum agama. Hukum Adat itu ujung-ujungnya adalah merupakan wahyu Ilahi juga. Tatanan dari Tuhan. Oleh karena itu perlu diakomodir. Islam hadir sebagai agama penyempurna adat Masyarakat Tengger,” terang Prof. Fathoni, Guru Besar UINSA ke 68.

Orasi Ilmiah dari Guru Besar UINSA ke 69, Prof. Dr. H. Masruhan, M.Ag., mengangkat tema mengenai kajian Hadis di Indonesia. Guru Besar Bidang Ilmu-Ilmu Hadis yang juga Dekan Fakultas Syariah dan Hukum ini menyatakan, bahwa kajian Hadis di Indonesia berlangsung tidak berbanding lurus dengan percepatan kajian bidang ilmu Keislaman lain. Namun pun demikian, kontribusi beberapa pihak, terutama Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dan beberapa ulama masih sangat membantu dalam melestarikan kajian-kajian hadits di Indonesia, “Para ulama dan organisasi sosial Keislaman dan Lembaga Pendidikan Islam terutama PTKI telah memberikan kontribusi penting dan berarti bagi kajian hadits di Indonesia,” tegas Prof. Masruhan. (Nur-Chy/Humas)