NGAJI KITAB SAFINATUN NAJAH DI BELANDA
Oleh: Yogo Risnandri
Minggu, 17 Oktober 2019 Kitab Safinatun Najah, sepertinya kitab ini sudah tidak asing lagi bagi para pencari ilmu yang belajar lebih dalam tentang fiqh. Kitab yang berjudul lengkap Safinatun Najah Fima Yajibu Ala ‘Abdi li Maulah yang artinya “Bahtera (Kapal Nabi Nuh) Keselamatan Tentang Kewajiban Hamba kepada Allah,” sebuah kitab karya ulama besar Syaikh Salim Samir Al Hadhromi Al- Jawi Asy-Syafi’i. Ulama asal Yaman yang menghabiskan separuh hidupnya untuk menyebarkan ajaran Islam di Indonesia, wafat di Jakarta (dulu Batavia) sehingga dinisbatkan namanya menjadi Al-Jawi.
Kitab kecil ini tidak hanya menjadi acuan fiqh umat Islam di Indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia. Karena bahasanya simpel, kitab ini juga menjadi kiblat fiqh pertama bagi para pelajar sebagian negeri di Afrika dan Timur Tengah. Di Hadramaut Yaman misalnya, hampir semua anak kecil diajarkan fiqh dengan kitab Safinah baik di rumah maupun di lembaga pendidikan.
Bahkan di benua Eropa, kitab ini menjadi media paling mudah untuk mengenalkan ilmu fiqh bagi para Mu’allaf, (orang-orang yang baru masuk Islam). Tidak heran, jika Kitab Safinatun Najah telah di translate ke berbagai bahasa lokal dan global. Mulai dari bahasa Jawa, Melayu, Sunda hingga berbagai negara seperti Cina, Afrika, Inggris, Jerman, Belanda, dan negara lainnya.
Oleh karena itu, melihat pentingnya isi dari kitab Safinah sebagai panduan dalam fiqh keseharian umat Islam. Maka, pada kesempatan acara rutinitas pengajian mingguan di PPME (Persatuan Pemuda Muslim Eropa) Amsterdam, saya berinisiatif mengadakan kajian kitab mungil yang mendunia tersebut. Dengan sedikit kemampuan dan segala keterbatasan, saya mencoba membedah satu per satu bab yang terdapat dalam kitab ini.

Secara garis besar kitab ini mengupas dasar-dasar agama, tata cara bersuci, seperti “cebok” (Istinja), Wudlu’, tayamum, bagaimana beribadah kepada Allah, seperti shalat dengan benar, puasa, serta mengajarkan jenis dan berapa harta yang wajib kita keluarkan sebagai zakat. Kitab ini juga menjadi rujukan tata cara untuk merawat jenazah. Tiga jam waktu kajian agaknya terlalu singkat untuk membahas secara menyeluruh isi kitab. Meski disampaikan beberapa bab saja, namun diskusi berjalan hidup. Terlebih karena ibu-ibu sangat antusias mendengar dan aktif merespon.
Sesekali pertanyaan terlontar dari jamaah menunjukan, bahwa mereka adalah orang-orang kristis yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi. Meski kitab ini sudah terkenal dalam dunia pesantren dan menjadi pelajaran dasar pada kelas Ibtidaiyah (dasar), tentu beberapa fiqh juga sudah di ketahui jamaah. Namun, karena merupakan pelajaran yang sudah di pelajari di masa lalu, maka perlu diulas kembali untuk mengingat ketentuan-ketentuan fiqh. Seperti rukun shalat, wudhu, mandi wajib, dan ibadah lainnya.
Mari senantiasa kita mengaji-ulang sehingga istiqomah mengamalkan cara beragama dan beribadah. Disamping juga mengaktualisasikan sisi praktik yang akan memperkaya khazanah keilmuan fiqh lengkap dengan nilai-nilai hikmahnya. Kini, Kitab Safinatun Najah sudah disyiarkan di Belanda. Benar-benar seperti namanya, kitab ini bak Perahu Keselamatan yang melintasi berbagai madzhab fiqh, mengarungi lintas benua-samudra, dan menyelamatkan setiap penumpangnya dari badai-ombak kehidupan yang suram dan menenggelamkan.
*Yogo Risnandri merupakan mahasiswa semester 7 Prodi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum. Saat ini sedang mengikuti Program KKN Internasional di Belanda.