TRAINING SHALAT DI MASJID AL IKHLAS AMSTERDAM
Tour Dakwah Eropa 2019 (Bagian 3)
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag
Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya
(Malzis@yahoo.com; www.terapishalatbahagia.net)

“Allahu akbar, Allahu akbar,” suara panggilan adzan Zuhur yang dikumandangkan oleh siswa Basisschool (SD) Tilburg, putra orang Indonesia yang sedang menyelesaikan program doktor di Belanda. Panggilan shalat yang mengharukan itu sekaligus sebagai awal dari rangkaian training Terapi Shalat Bahagia di Masjid Al Ikhlas Amsterdam Belanda.

(2) Bersama ketua takmir Masjid Al Ikhlas dan pengurus
Inilah kunjungan saya yang kedua di masjid ini setelah pada tahun 2007 saya menjadi imam dan penceramah Ramadan di negeri kincir angin ini. Bedanya, pada tahun itu, masyarakat Indonesia masih menyewa gedung untuk masjid, sedangkan masjid yang sekarang sudah milik sendiri.
Ada kesamaan sejarah keberadaan masjid Al Ikhlas di Amsterdam dengan Masjid Al Hikmah di Den Haag, yaitu sama-sama atas berkah “jenazah.” Masjid Al Hikmah adalah hadiah dari pengusaha terkemuka Indonesia, H. Probosutejo. Ia membeli gereja Immanuel, lalu dijadikan masjid dan diwakafkan untuk komunitas Indonesia sebagai rasa terima kasih atas perawatan masyarakat Indonesia terhadap jenazah kakaknya, RH. Haris Sutjipto yang meninggal di Den Haag pada tahun 1995.
Hampir sama dengan yang terjadi di kota Den Haag, masyarakat Indonesia juga puluhan tahun mengumpulkan dana untuk membeli masjid di kota Amsterdam, tapi dana belum juga cukup. Masalah menjadi selesai, setelah keluarga Rachmat Syah dari Medan menutup semua kekurangan dana pembelian masjid tersebut pada tahun 2015. Ia melakukannya karena amat terkesan atas pelayanan takmir dan jamaah masjid Al Ikhlas Amsterdam yang merawat jenazah kakaknya di kota itu.

(3) Praktik shalat
Di masjid yang terletak di Jan Van Gentstraat 140 Amsterdam inilah, Ahad, 02 Juni 2019 atau 28 Ramadan 1440, Pelatihan Terapi Shalat Bahagia dilakukan. Pelatihan yang diikuti sekitar 100 orang Indonesia, Suriname, dan Belanda itu berlangsung selama lima jam, mulai pukul 13.00 – 19.00.
Islam mulia masuk ke Belanda pada pertengahan abad 20 melalui migrasi ribuan tentara Maluku dari Hindia Belanda yang sebagian adalah muslim. Juga migrasi penduduk Suriname, negara jajahan Belanda sebanyak 5.500 orang pada tahun 1970, dan 36.000 pada tahun 1975 ketika negara itu merdeka. Sejumlah imigran dari Turki dan Maroko juga telah datang. Oleh sebab itu, dari 300 masjid di Belanda, yang terbanyak adalah masjid milik komunitas muslim Turki dan Maroko. Penduduk muslim di Belanda saat ini diperkirakan sebanyak 944.000 dari 15 juta jumlah penduduk.
“Sak iki aku wis ngerti artine dungo-dungo sembayang. Aku iki mualaf (sekarang, saya mengerti arti semua doa dalam shalat. Saya mualaf),” kata Jamaluddin, mualaf dari Suriname yang harus menempuh lebih dari 130 km bersama istrinya untuk bisa mengikuti acara yang sudah ditunggu sejak lama. “Matur nuwun cak, alhamdulillah sampean iso paham (terima kasih mas, alhamdulillah Anda memahaminya),” jawab saya dengan sedikit menahan tawa. Saya amat kagum atas keseriusannya mengikuti acara itu. Pria berkulit putih dengan kopyah hitam itu mengatakan demikian setelah mendengar penjelasan saya bahwa shalat hanya bisa mendatangkan kebahagiaan secara maksimal jika pelakunya mengerti beberapa poin penting makna yang terkandung dalam doa-doa di dalam shalat. Dan, untuk memahami semua doa itu sangat mudah jika dilakukan dengan otak kanan. “Cukup 60 menit, kita bisa memahami semua arti bacaan dalam shalat, meskipun ia tidak bisa membaca teks Arabnya dengan fasih,” kata saya sambil meragakan dengan isyarat jari-jari tangan sebelah.

(4) Peserta training bapak-bapak
“Sekarang saya minta dengan hormat kepada bapak untuk berdiri praktik shalat,” pinta saya dengan menunjuk bapak Hansyah Iskandar, ketua takmir Masjid Al Ikhlas yang duduk bersandar di tembok masjid dekat mihrab. Saya menunjuk lelaki separuh baya yang enerjik itu karena ada keluhan sakit di bagian belakang kepalanya. “Saya hanya mengajarkan cara berdoa dan mengarahkan otak menuju keikhlasan dan kepasrahan, bukan memberikan terapi kesembuhan. Saya bukan dokter atau dukun. Lalu, dengan keikhlasan dan kepasrahan itu, Allah pasti sangat senang mendengarnya. Dan dengan sikap positif itu juga, sistem tubuh kita akan bekerja lebih baik,” kata saya menjelaskan cara berdoa dan posisi yang benar dalam gerakan shalat.

(5) Peserta training ibu-ibu
“Wah, kaki sangat sakit dan punggung terasa panas ketika saya rukuk lebih dari lima menit itu pak,” katanya sambil menunjuk punggungnya, setelah saya pandu praktik shalat. Ia merasakan demikian semata-mata karena belum terbiasa. Jika sudah terbiasa, nanti justru ketagihan. “Benar pak, seumur hidup, baru kali ini rukuk sekian lama,” lanjutnya setelah mendengar penyemangatan saya, bahwa Nabi SAW berkali-kali rukuk lebih dari satu jam.

(6) Praktik shalat bersama
Saya ekstra hati-hati dalam training ini, sebab acara ini disiarkan juga secara live streaming melalui internet sehingga bisa diakses jamaah Al Ikhlas yang kebetulan berbisnis di beberapa negara. Termasuk bapak Hasanul Hasibuan, pakar IT yang sedang berada di Pakistan. Beberapa pertanyaan peserta yang sangat antusias saat itu tidak bisa saya jawab semuanya, sebab waktu shalat ashar telah tiba.

(7) Bersama orang Suriname sebelah kiri saya, dan pengurus masjid
Setelah shalat Ashar berjamaah dan praktik terapi shalat, saya segera kembali ke Tilburg. Saya tidak bisa mengikuti acara berbuka bersama dengan puluhan menu masakan Indonesia yang disiapkan panitia, karena saya benar-benar memerlukan istirahat penuh. Esok harinya saya berangkat ke Bremen Jerman untuk persiapan khutbah Idul Fitri.